Kamis, 27 Januari 2011

[Renungan] Berhentilah Menjadi Gelas...

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya yang ketika belakangan ini wajahnya selalu tampak murung.

“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Kemana perginya wajah bersyukurmu?” Sang Guru bertanya.

“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,” jawab sang murid muda.

Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata Sang Guru. “Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.”

Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.

“Bagaimana rasanya?” Tanya Sang Guru.

“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.

“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”

Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau itu berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”

Si murid terdiam, mendengarkan.

“Tapi Nak, rasa 'asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya qalbu yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah menjadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Nah, teman-teman, saya yakin kita semua dapat menarik hikmah dari cerita di atas. Semoga kita dapat menjadikan 'asin' yang diberikan Tuhan sebagai bahan pembelajaran dalam hidup yang nantinya dapat menjadikan kita insan yang lebih berkualitas di mata sesama manusia maupun Tuhan YME.

.

.

.

.

.

People becomes fool when they stop asking .








Adithya Fabrianza

Selasa, 18 Januari 2011

Pengalaman Balik Nama STNK dan BPKB Motor 125 BlacX ku

Udah ga terasa usia Gw sekarang udah nginjek 21 tahun. Ceritanya bokap udah ngasih kepercayaan ke Gw untuk coba milikin kendaraan atas nama Gw sendiri.

Duapuluh dua September satu tahun sebelum artikel ini di-posting, bokap menganugerahkan Gw seekor bebek bertenaga 125cc bernama Honda Karisma (yang saat ini Gw panggil d'blacX) terbitan tahun 2005 punya.

Nah, ceritanya ni barang umurnya udah minta diperpanjang (baca: urus stnk, bpkb) bulan Januari ini. Gw tau dari 4 angka di bawah plat nomer nyang rupanya kaya begini nih.. 01.15 . Hahahahaha.. Udah kaya jam atu lewat lima belas menit.

Oke deh, langsung aja Gw bahas ngapain aja di Samsat Bekasi tadi..

Pertama, Gw bangun lumayan pagi, biasaa.. nontonin SpongeBob skuerpen dulu.. Halah! Kelamaan kalo gini mah.. Okeh, let's to the point !

Gw berangkat dari rumah menuju Samsat Bekasi pukul 09.00 WPT (Waktu Perumnas Tiga), berbekal STNK Asli, BPKB Asli, KTP Asli, Muka Asli (hehe..), Fotokopi KTP 3 lembar, Fotokopi STNK 3 lembar, Fotokopi BPKB 3 lembar, serta sejumlah uang dan sedikit pengetahuan yang Gw cari semalem dari hasil browsing sana browsing sini tentang prosedur dan biaya-biaya yang (mungkin) timbul selama ngurus surat-surat ini.

Sampe disana kebetulan tukang parkir langsung nanya, hmm.. biar lebih gampang Gw tulis dalam bentuk percakapan aja deh..

Tukang parkir : "Mau urus stnk atau balik nama, dek?"
Gw : "Mau balik nama, pak"

Tukang parkir : "Oo.. Udah cek fisik belum? Kalo belum langsung aja motornya bawa ke bawah tenda tempat cek fisik di sana."
Gw : "Oh, iya.. makasih pak."
Tukang parkir : "Eh..eh.. mau 'dibantu' dek?
Gw : "Oh, ngga pak makasih, saya mau coba sendiri."

Dari informasi yang Gw dapet semalem, memang kalo balik nama atau mutasi itu kendaraan kita harus di cek fisik dulu, makanya Gw ga tanya-tanya dulu tadi. Di tempat cek fisik ini, Gw dikasih selembar kertas ama petugas pendaftaran yang nantinya harus Gw serahin ke petugas yang bagiannya nyetak nomor mesin dan nomor rangka langsung dari motor kita pake selembar kertas tadi. Kalo udah selesai, kertas itu kita kasih ke petugas pendaftaran tadi bersama STNK Asli, BPKB Asli beserta KTP Asli Gw dan kita harus nunggu bentar sampe nama kita dipanggil 'n Gw diminta nyerahin uang sebesar Rp 20.000,- sama petugas pendaftaran, sembari ngebalikin berkas-berkas tadi ke kita. (mungkinkah ini bisa disebut biaya cek fisik???)

Setelah itu Gw disuruh ke loket Balik Nama Roda 2 dan nyerahin berkas tadi di sini. Sama petugas
yang ada di loket ini ternyata berkas-berkas Gw masih ada yang kurang, yaitu Kwitansi Pembelian Kendaraan dan Formulir Permohonan Perpanjangan STNK berwarna biru yang bisa diminta di pintu masuk. Wah ! Kwitansi beli motor Gw ada di rumah. Hmm.. Untungnya petugas di loket ini (namanya Pak Su*eng) ngasih alternatif supaya Gw beli aja kwitansi+materai di luar, kurang lebih seharga Rp 8.000,- 'n Gw inisiatif untuk ngambil Formulir biru tadi di depan sekalian, alhamdulillah tertolong. Nah, sekarang berkas-berkas udah lengkap, lalu diproses sama Bapak tadi dan disuruh bayar Rp 30,000,- , setelah itu berkasnya dikembaliin ke Gw dan Gw disuruh untuk ngambil STNK Baru Gw keesokan harinya. Yaaaayyy !!!

Sebenernya itu baru sampe STNK Baru yang selesai. Setelah itu besoknya lagi Gw harus ke Komdak (bukan Komisi Dadakan, red.) untuk ngurus Balik Nama yang ada di BPKB, tapi dari informasi yang Gw gali dari Bapak Su*eng tadi, Gw cuma kudu bawa Fotokopi STNK Baru 1 lembar, Fotokopi KTP 1 lembar, s
ecarik surat dari samsat yang dibalikin bareng berkas-berkas yang tadi, sama BPKB Asli beserta kopiannya (supaya aman, red.)

Masih dari narasumber yang sama, beliau bilang biaya balik nama STNK Gw, yaaa... sekitar 300-350ribu (pas Gw ngambil STNK baru Gw nanti), dan sekitar Rp 80.000,- buat balik nama BPKB di Komdak nanti.

Okay, sampai waktu Gw nulis postingan ini sebenernya Gw baru sampe tahap nunggu untuk ngambil STNK Baru Gw besok, mudah-mudahan ga ada biaya-biaya lain lagi 'n bener-bener tinggal ngambil aja.

Thanks to Bapak Su*eng atas informasi dan arahannya, semoga bermanfaat bagi saya dan pa
ra pembaca lainnya.
.
.
.
.
.
People becomes fool when they stop asking .









Adithya Fabrianza